Jangan Cengeng

Menangislah bila harus menangis 

Karena kita semua manusia
Manusia bisa terluka manusia pasti menangis

Dan manusia pun bisa mengambil hikmah
Dibalik segala duka tersimpan hikmah Yang bisa kita petik pelajaran”

***

Kamu cengeng.

Udah jangan nangis, ayo diam.

Diam, jangan nangis.

Kalo masih nangis mama cubit lho.

Pernah ngucapin kalimat diatas nggak ma, pernah berkata seperti itukah bunda, atau ibu pernah melakukan itu kepada buah hati. Sebaiknya berpikirlah dua kali sebelum mengatakan itu kepada buah hati. Apalagi cap cengeng yang disematkan pada buah hati, bisa jadi akan menjadi identitas yang akan terus dia bawa hingga dewasa.

Anak menangis itu karena beberapa sebab yang bisa jadi tidak bisa dia ungkapkan dengan kata-kata sehingga memilih untuk menangis agar diperhatikan. Akan tetapi kita sebagai orang tua harus pandai melihat tingkah anak saat menangis apakah itu termasuk tangisan tantrum atau hanya sebuah ungkapan perasaan hati.

Untuk tangisan jenis tantrum, kuncinya bunda harus tetap sabar dan jangan langsung menuruti keinginan anak. Jika anak bisa memahami bahwa keinginannya akan terpenuhi dengan cara menangis, bisa dipastikan hari-hari berikutnya si anak akan menggunakan tangisannya sebagai senjata. Kalo sudah begini bunda sendiri yang bakal kerepotan.

Bagaimana dengan tangisan yang termasuk kategori ungkapan perasaan hati, kalo ini mah kita tinggal menunggu sang anak menyelesaikan tangisannya baru kita dekati. Mendekatinya pun dengan perasaan, posisikan diri kita sebagai teman agar si kecil bersedia menceritakann segala isi hatinya. Dengan menjadi temannya kita akan masuk ke dalam dunianya dan mencoba memahami bagaimana perasaannya. Kalo udah dekat begini mudah bagi kita sebagai orang tua untuk mengarahkan anak.

“Hei… kamu tuh sok tau banget ya”

“Maaf, saya tidak bermaksud menggurui hanya sekedar berbagi pengalaman saya selama membesarkan Ipi. Saya juga bukan orang tua yang sempurna sehingga pantas utnuk memberi nasehat kepada ayah dan bunda”

“Emang dulu kamu gimana waktu menghadapi anakmu”

Masih teringat jelas di ingatan saya. Ketika Ipi kecil menangis karena meminta sesuatu saya memilih untuk memberinya kesempatan menangis. Dengan tegas saya katakan, “Ipi pengen nangis ya, ya udah nangis aja”. Di lain kesempatan ketika dia menangis lagi dan mulai rewel, saya katakan “Ya udah nangis aja, udah lama nggak nangis kan”. Dan it works, tak ada acara tantrum. Insyaallah sekarang sih Ipi sudah mampu mengendalikan keinginannya.

Saya lebih memilih membiarkan Ipi menangis ketika dia memang ingin menangis. Tangisan yang tertahan justru akan menjadi sebuah gunung es, anak mungkin akan menjadi dingin dan apatis. Menangis juga bukan sebab dia dikatakan lemah dan cengeng. Menangis adalah sebuah kekuatan. Mereka yang memilih menangis daripada mengeluh, bukankah itu sebuah kekuatan apalagi ketika di bawa ke atas sajadah dan dibungkus dengan sebuah doa. Maka biarkanlah anakmu menangis bunda.

Tak ada anak kecil yang senang menangis, kecuali jika ibunya mengatakan “kamu tu hobinya nangis”. Jangan salahkan anak jika mereka suka nangis, lha ibunya sendiri yang kasih hobi nangis sama anaknya. Anak kecil itu fitrahnya suka bermain, senang tertawa dan tersenyum. Coba perhatikan anak kecil berapa kali dia tersenyum dan tertawa atas hal yang mungkin tidak dia mengerti. Semakin dewasa frekuensi tertawa dan tersenyum ini semakin berkurang, maka tugas kita adalah menciptakan suasana yang menyenangkan bagi mereka agar mereka betah di rumah. Buatlah suasana Surga di Rumahmu.

images (16)

Seberkas Cahaya

images (11)

Suasananya tak lagi sama, tak ada lagi  deadline yang membuat diri menjadi terpacu. Sepi benar-benar sepi, kecuali pikiran yang terus saja menari-nari. Ide itu berkeliaran kesana kemari, saling berlompatan agar bisa muncul kepermukaan. Kucoba pejamkan mata mencoba lepas dari rutinitas menulis selama 15 hari terakhir. Semakin kupejamkan semakin terasa gelap yang teramat gelap, kemudian berdatangan titik-titik cahaya yang berhamburan seakan-akan membentuk sebuah kalimat. Ini bukan sebuah mimpi karena sedikitpun belum sempat terlelap apalagi hingga terbuai mimpi.

Tiba-tiba cahaya itu berubah menjadi kilatan cahaya sebuah pedang. Kilauan pedang itu bahkan dari jarak 1 kilometer mampu menciutkan nyali musuh. Sebuah Pedang yang sangat tajam, sehingga nyaris mengenai wajahku. Satu centimeter lagi pedang itu akan menggores wajahku. Ini bukan mimpi karena sedikitpun belum sempat terlelap apalagi hingga terbuai mimpi.

Rangkaian kalimat Agung itu masih terbayang begitu jelas, aku lafalkan pelan dalam hati hingga tak terasa merinding seluruh kulit tubuh membayangkan betapa dahsyatnya kekuatan kalimat ini. Kalimat itu akan kusimpan dalam hati, dan akan kucoba agar terus membersamaiku di kehidupan sehari-hari hingga ajal menjemputku.

Sesungguhnya aku tak pernah mengerti apa yang sedang terjadi.  Yang aku tau, aku adalah seorang yang berupaya untuk terus memperbaiki diri. Aku sadar aku takkan bisa sama seperti kalian, bisa mengenal kalian saja adalah sebuah keberuntungan bagiku. Inilah aku, dengan segala kebodohan dan kesederhanaan pikiranku.

Sesungguhnya aku tak pernah mengerti apa maksud dari semua ini. Yang aku pahami ini adalah skenario  terindah dari Allah untukku. Ini adalah skenario dariNYA dan aku hanya berusaha untuk terus tetap berada di jalanNYA. Ini tentang pertaruhan nyawa yang diawali dari sebuah Doa. Doa ini kemudian menjadi melangit karena ada seorang Ibu yang bersedia berkorban untuk kebahagiaan anaknya.

Mataku mulai terasa berat, bukan karena ngantuk, bukan karena itu. Semakin lama kurasakan bulir-bulir air mata mulai menggenang di kelopak mataku.  Ibu air mataku tak jadi tumpah mengingat betapa banyak dosaku padamu. Ibu sungguh aku tak kuasa ketika kutau engkau begitu berharap banyak padaku, anakmu yang paling bandel. Ibu sungguh aku takut, takut yang teramat sangat.

Ibu, seberapa banyak airmata penyesalanku ku yang tumpah takkan mampu menggantikan airmata ibu. Bahkan airmata darah yang keluar dari kelopak mata ibu saat ibu berjuang melahirkanku ke dunia ini. Ibu maafkan aku.

Ibu engkaulah sahabat sejatiku yang begitu setia menjaga semua rahasia hatiku. Ibu maafkan anakmu ini yang tak pernah mampu mengungkapkan rasa terima kasih untukmu. Aku selalu saja ingin menjadi anak kecil yang manja saat kau ada. Ibu aku belajar sabar darimu, engkau yang selalu sabar menghadapi tingkah lakuku. Ibu semoga Allah selalu menyayangimu.